Sudah
pada baca kan tetralogy laskar pelangi,
atau kawan-kawan pasti sudah melihat filem nya. Aku sangat suka melihat filem itu,
melayu asli wey hehehe. Kalau mau tau seperti apa orang melayu tahun 70 sampai
90an, di filem laskar pelangi dan sang pemimpi boleh kawan-kawan lihat. Aku saja,
kalau melihat filem sang pemimpi pasti teringat tahun 90an. Nostalgia filem itu
sungguh terasa, lucu ada, sedih ada, cita-cita, harapan dan mimpi begabung jadi
satu.
Di
filem laskar pelangi ikal sekolah di sekolah yang sangat sederhana, dulu aku
juga seperti itu kawan. Sebelum zaman reformasi, pembangunan di daerah agak
tertinggal, sekolah aku juga seperti sekolah ikal, terbuat dari kayu, sesudah
itu di salah satu kelas dindingnya ada yang berlubang. Guru pun tak ramai tapi
aku dan kawan-kawan tetap semangat sekolah.
Di
filem sang pemimpi, hampir sama seperti tempat aku. Di filem itu ada ikal dan
arai main telpon pakai kaleng dan benang. Aku dulu juga begitu, sampai mengamok
mak gara-gara benangnya aku pakai buat main. Beranjak remaja ikal dan arai
pindah sekolah ke SMA yang agak jauh dari rumahnya, ditempat aku tahun segitu
SMA juga ada satu. Jauh dari rumah, abang aku dulu sekolah pergi pakai bus.
Kata mak subuh lagi abang dah siap-siap kalau tak akan terlambat ke sekolah.
Tapi sekarang sekolah di tempat aku sudah semakin banyak.
Dulu walau sekaya apa pun orang melayu di tempat
aku rumahnya pasti dari kayu, tak rumah batu semen macam sekarang. Kami hidup
membaur dengan orang cina, sama lah seperti di filem sang pemimpi. Orang cina
di tempat aku kadang-kadang di sebut toke ikan kalau di artikan dalam bahasa
inonesia di sebut pengusaha ikan. Selain jadi toke ikan, orang cina di tempat
aku jadi pengusaha, mereka buka toko pakaian dan makanan.
Dulu TV susah, di kampong aku Cuma keluarga aku saja
yang ada. Jadi zaman dulu kalau ingin melihat TV orang kampong harus beli
karcis masuk terlebih dahulu, halaman depan rumah atok aku pun sudah seperti
bioskop, ramai orang datang sampai bawa anak istri hehehe. Yang paling menarik,
di filem sang pemimpi ada orkes melayu, lewat cara itu pulak arai mendapatkan
hati zakiah nurmala pujaan hatinya. Di kampong aku orkes melayu di sebut
Dangkung atau Gazal, dulu orang suka sewa jasanya untuk acara pernikahan. Tapi
sekarang sudah tak ada lagi orkes melayu, orkes melayu Cuma untuk pertunjukkan
penting saja baru lah di mainkan.
Dan
yang paling seratus persen mirip atau sama seperti kampong aku adalah adanya PN
TIMAH, sekarang namanya PT. Timah Tbk. Dari zaman aku belum lahir saja PT.Timah
sudah ada, hingga sekarang masih bercokol macam gurita. Sudah puas mengeruk
hasil timah di darat, sekarang PT.Timah mengeruk pula di laut. Jika ikal punya
ayah juara satu seluruh dunia aku juga punya, ayah aku juga mantan karyawan PT.
Timah. Tapi ayah aku bukan lah bos atau pegawai tetap di sana, ayah aku hanya
pekerja biasa. Selama bertahun-tahun dia kerja sebagai sopir lori PT.Timah,
hingga lah PT.Timah tidak beroperasi di darat lagi ayah aku pun di PHK.
Sekarang PT.Timah mengeruk di laut kami, aku dan masyarakat kampong menyebutnya
kapal hisap timah. Kapal ini besar kata orang, kapal itu di bawak dari korea.
Bosnya selain orang melayu ada juga orang korea dan Thailand.
Gara-gara
PT.Timah mengeruk di laut ini lah, laut kami jadi tak bagus lagi, airnya tak
jernih malahan banyak lumpur. Kata mak, dulu hasil laut banyak, kalau makan
ikan tak usah susah-susah beli, tinggal mintak pun di kasi. Udang dan ketam pun
banyak, cari di tepi pantai pun ada. Sekarang tak seperti dulu lagi. Karena
kapal keruk dan kapal hisap timah yang berisik, maka ikan pun tak mau
menghampiri laut kami lagi. Ikan dah
susah, nelayan pun sudah jarang melaut mencari ikan, banyak yang pindah
pekerjaan jadi TKI ke Malaysia. Nelayan di kampong aku tak bisa berbuat
apa-apa, walaupun mereka protes tak akan ada yang dengar. Anggota dewan di tempat aku itu sudah di suap
bos timah, korupsi paling kuat, kaum nelayan jadi mangsanya. Betol kata bang
zaitun di filem sang pemimpi, orang dewan itu taunya Cuma buat undangan,
undang-undang maksudnya hahahahaha. Dah lah begitu undangan yang sudah di buat
tak pernah di laksanakan.
Seperti
kata ikal “pernah kau berpikir kawan
terkadang kekayaan adalah kutukan, itu yang aku sering pikirkan tentang bumi
ini, tentang bangsa ini dan tentang kampong halaman ku ini. Semua milik kami
tak pernah betul-betul kami nikmati, kami ada di sini menjadi penonton atau
hanya jadi kuli, bahkan kesalahan orang yang mengeruk tanah kami pun harus kami
yang menanggungnya”. PT.Timah
berkuasa sudah dari dulu, kami masyarakat kampong hanya bisa melihat tanpa
mampu berbicara. Betapa tanah kami di ambil secara paksa, sehingga dampak
buruknya pun harus kami yang menggambil resiko.